MediaMuslim.Info – Di saat setiap orang tua muslim mulai khawatir dengan keimanan dan moral anaknya, para pendidik mulai mencemaskan perkembangan kepribadian peserta didiknya, patutlah kita menengok kembali bagaimana Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam memberikan contoh peletakan pondasi keimanan yang kokoh kepada seorang sahabat, sekaligus sepupu beliau yang masih kecil waktu itu, yakni Ibnu Abbas radliyallohu ‘anhu.
Setiap mukmin pasti tidak bisa memungkiri pengakuan dalam lubuk hatinya yang paling dalam bahwa Rasululloh Muhammad ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam adalah figur guru/pengajar yang terbaik. Sehingga metode Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam dalam menanamkan keyakinan aqidah kepada para Sahabatnya, termasuk yang masih sangat muda belia, adalah metode yang paling relevan diterapkan dalam berbagai situasi zaman.
Bukti sejarah memaparkan keunggulan metode pengajaran Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam tersebut yang membuahkan pribadi yang beriman dan berilmu seperti Ibnu Abbas. Kita kemudian mengenal beliau sebagai seorang Ulama’ di kalangan sahabat Nabi, seorang ahli tafsir, sekaligus seorang panutan yang menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, sikap wara’, taqwa, dan perasaan takut hanya kepada Alloh Subahanahu wa Ta’ala semata.Dari Ibnu Abbas radliyallohu ‘anhu: “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat:
Jagalah Alloh, niscaya Alloh akan menjagamu…
Jagalah Alloh, niscaya engkau akan dapati Alloh di hadapanmu…
Jika engkau memohon, mohonlah kepada Alloh…
Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Alloh…
Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Alloh (akan bermanfaat bagimu)…
Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Alloh (akan sampai dan mencelakakanmu)…
Pena telah diangkat… dan telah kering lembaran-lembaran…(hadits riwayat Tirmidzi, Hasan, shahih)
Inilah salah satu wasiat Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam yang mewarnai qalbu Ibnu Abbas, menghunjam dan mengakar, serta membuahkan keimanan yang mantap kepada Alloh. Kita juga melihat bagaimana metode dakwah Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, hal pertama kali yang ditanamkan adalah tauhid, bagaimana seharusnya manusia memposisikan dirinya di hadapan Alloh. Manusia seharusnya mencurahkan segala hidup dan kehidupannya untuk menghamba hanya kepada Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Tidaklah Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam mendahulukan sesuatu sebelum masalah tauhid diajarkan.
Apabila manusia ingin selalu berada dalam penjagaan Alloh Subahanahu wa Ta’ala, maka dia harus ‘menjaga’ Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Makna perkataan Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam: “Jagalah Alloh, niscaya Alloh akan menjagamu…” dijelaskan oleh seorang Ulama’ bernama Ibnu Daqiqiel ‘Ied: “Jadilah engkau orang yang taat kepada Rabbmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya”. (Syarah al-Arba’in hadiitsan an-nawawiyah).
Kita jaga batasan-batasan Alloh Subahanahu wa Ta’ala dan tidak melampauinya. Batasan-batasan itu adalah syariat Alloh Subahanahu wa Ta’ala, penentuan hukum halal dan haram dari Alloh Subahanahu wa Ta’ala, yang memang hanya Alloh Subahanahu wa Ta’ala sajalah yang berhak menetapkan hukum tersebut, sebagaimana dalam ayat, yang artinya: “…penetapan hukum hanyalah hak Alloh” (QS: Yusuf: 40)
Alloh Subahanahu wa Ta’ala mencela orang-orang yang melampaui batasan-batasan-Nya, yang artinya: “…dan barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim” (QS: Al baqarah: 229).
Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan: “Batasan itu terbagi dua, yaitu: batasan perintah (untuk) dikerjakan dan batasan larangan (untuk)ditinggalkan.
Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits ini memberikan sinyalemen bahwa barangsiapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Alloh itu maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Maka siapakah lagi yang lebih baik penjagaannya selain Alloh Subahanahu wa Ta’ala? sesungguhnya Alloh Subahanahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik penjaga. Dalam AlQuran disebutkan, yang artinya: “Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Alloh Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS: Al-Anfaal: 40).
Syaikh Abdirrahman bin Naashir As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan:…”Alloh lah yang memelihara hamba-hambanya yang mu’min,dan menyampaikan pada mereka (segala) kebaikan/mashlahat, dan memudahkan bagi mereka manfaat-manfaat Dien maupun kehidupan dunianya, dan Alloh yang menolong dan melindungi mereka dari makar orang-orang fujjar,dan permusuhan secara terang-terangan dari orang-orang yang jelek akhlaq dan Diennya. (Kitab Taisiril Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan).
Makna perkataan Rasul “Jagalah Alloh, niscaya engkau akan dapati Alloh di hadapanmu…”. Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi dalam kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, menjelaskan makna hadits tersebut: “Jagalah batasan-batasan Alloh dan perintah-perintah-Nya, niscaya Ia akan menjagamu di manapun kamu berada”.
“Jika engkau memohon, memohonlah kepada Alloh, jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Alloh”. Ini adalah sebagai perwujudan pengakuan kita yang selalu kita ulang-ulang dalam sholat: Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin [“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”] (QS: Al-Fatihah: 5).
Kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam munajad kita dengan Penguasa seluruh dunia ini, akankah benar-benar membekas dan mewarnai kehidupan kita? Sudahkah kita benar-benar menjiwai makna pernyataan ini sehingga terminal keluhan dan pelarian kita yang terakhir adalah Dia Yang Berkuasa atas segala sesuatu? Demikianlah yang seharusnya. Di saat kita meyakini ada titik tertentu , sebagai batas semua makhluk siapapun dia, tidak akan mampu mengatasinya, pulanglah kita pada tempat kita berasal dan tempat kita kembali. Apakah dengan penguakan kesadaran yang paling dalam ini kita masih rela berbagi permintaan tolong kita yang sebenarnya hanya Alloh saja yang mampu, kepada makhluk selain-Nya? Sungguh hal itu merupakan bentuk kedzaliman yang paling besar.
Alloh Subahanahu wa Ta’ala mengabadikan salah satu bentuk nasehat mulya yang akan senantiasa dikenang, yang artinya: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: “Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Alloh, sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar” (QS: Luqman: 13)
Meminta pertolongan dalam permasalahan yang hanya Alloh Subahanahu wa Ta’ala saja yang mampu memenuhinya, seperti rezeki, kebahagiaan, kesuksesan, keselamatan, dan yang semisalnya, kepada selain Alloh Subahanahu wa Ta’ala adalah termasuk
0 komentar:
Posting Komentar